Saturday, March 21, 2009

Prinsip kelola 1/3 harta

Ada sebuah nasihat yang sangat Indah kepada diri saya sendiri yang juga insyaallah bermanfaat bagi pembaca. Nasihat ini saya ambilkan dari kitab Riyadus –Shalihin yang ditulis oleh orang sholeh zaman dahulu yang terkenal keikhlasannya. Saking ikhlasnya Imam Nawawi, konon kitab asli dari Riyadus Shalihin tersebut tidak bisa dibakar oleh api.


Prinsip 1/3 Dalam Pengelolaan Harta


Ada sebuah nasihat yang sangat Indah kepada diri saya sendiri yang juga insyaallah bermanfaat bagi pembaca. Nasihat ini saya ambilkan dari kitab Riyadus –Shalihin yang ditulis oleh orang sholeh zaman dahulu yang terkenal keikhlasannya. Saking ikhlasnya Imam Nawawi, konon kitab asli dari Riyadus Shalihin tersebut tidak bisa dibakar oleh api.

Nasihat ini sendiri berasal dari hadits Rasulullah SAW yang panjang sebagai berikut : Dari Abu Hurairah RA, dari nabi SAW, beliau bersabda, “ Pada suatu hari seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah lapang, lantas mendengar suara dari awan :” Hujanilah kebun Fulan.” (suara tersebut bukan dari suara jin atau manusia, tapi dari sebagian malaikat). Lantas awan itu berjalan di ufuk langit, lantas menuangkan airnya di tanah yang berbatu hitam. Tiba-tiba parit itu penuh dengan air. Laki-laki itu meneliti air (dia ikuti ke mana air itu berjalan). Lantas dia melihat laki-laki yang sedang berdiri di kebunnya. Dia memindahkan air dengan sekopnya. Laki-laki (yang berjalan tadi) bertanya kepada pemilik kebun : “wahai Abdullah (hamba Allah), siapakah namamu ?”, pemilik kebun menjawab: “Fulan- yaitu nama yang dia dengar di awan tadi”. Pemilik kebun bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau bertanya tentang namaku ?”. Dia menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang inilah airnya. Suara itu menyatakan : Siramlah kebun Fulan – namamu-. Apa yang engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab :”Bila kemu berkata demikian, sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini (sebagai modal penanamannya)”. (HR. Muslim).

Bayangkan, bila Allah mengirimkan awan khusus untuk menyirami kebun kita. Di kala orang lain kekeringan, lahan kita tetap subur. Di kala usaha lain pada bangkrut usaha kita tetap maju, dikala krisis moneter menghantam negeri ini – kita tetap survive. Dan ketika usaha kita berjalan baik sementara saudara-sauadara kita kesulitan. sepertiga hasil usaha kita untuk mereka – alangkah indahnya sedeqah ini.

Bagaimana kita bisa memperoleh pertolongan Allah dengan awan khusus tersebut ?, kuncinya ya yang di hadits itu : kita bersama keluarga kita hanya mengkonsumsi sepertiga dari hasil kerja kita. Sepertiganya lagi kita investasikan kembali, dan yang sepertiga kita sedeqahkan ke sekeliling kita yang membutuhkannya.

Karena janji Allah dan rasulNya pasti benar, maka kalau tiga hal tersebut kita lakukan – Insyaallah pastilah awan khusus tersebut mendatangi kita. Namun jangan dibayangkan bahwa awan khusus tersebut harus benar-benar berupa awan yang mendatangi kita. Bisa saja awan khusus tersebut berupa teman –teman kita yang jujur yang memudahkan kita dalam berusaha, atasan kita yang adil yang memperjuangkan hak-hak kita, atau karyawan kita yang hati-hati yang menjaga asset usaha kita, dan berbagai bentuk ‘awan khusus’ lainnya. Wallahu A’lam bis showab.


sumber : www.geraidinar.com




Thursday, March 19, 2009

Dan bisnis pun demikian

Hidup demikian dan Bisnis pun demikian. Semua sudah ada jadwalnya sendiri untuk berhasil. Dia sudah duluan. Kita kemudian. Seperti para balita kapan dia mulai jalan tidak bisa kita paksa barengan. Semua ada saatnya untuk bisa. Karenanya saya jadi sadar. Hidup dan begitu juga bisnis, bukan pacuan. Bukan lomba dulu-duluan. Bukan adu maju-majuan. Ikuti saja alur waktunya. Maka Hidup dan bisnis akan menjadi kenikmatan. proses-proses-proses, sanggupan kita sabar berproses, sanggupkan kita tetap sholat dan berdoa.


Hidup demikian dan Bisnis pun demikian. Semua sudah ada jadwalnya sendiri untuk berhasil. Dia sudah duluan. Kita kemudian. Seperti para balita kapan dia mulai jalan tidak bisa kita paksa barengan. Semua ada saatnya untuk bisa. Karenanya saya jadi sadar. Hidup dan begitu juga bisnis, bukan pacuan. Bukan lomba dulu-duluan. Bukan adu maju-majuan. Ikuti saja alur waktunya. Maka Hidup dan bisnis akan menjadi kenikmatan. proses-proses-proses, sanggupan kita sabar berproses, sanggupkan kita tetap sholat dan berdoa.

Tergoda untuk mengikuti sang panutan. Tanpa sadar, sudah pasti kita beda dengan sang pujaan. Kekuatan mesinnya beda. Ketrampilan setirnya beda. Lebih dalam lagi, ukuran dia butuh berhenti untuk kencing atau untuk makan beda. Mungkin malah kota tujuannya beda. Kita hanya melihat dia pada sepotong perjalanannya dan kita tertarik pada tampilannya. Lalu jadi buta mengikuti dia. Mengorbankan kenikmatan perjalanan kita sendiri. Saya jadi sadar! Hidup dan bisnis sebaiknya dari awal menetapkan tujuan. Kedua mengetahui kemampuan kendaraan. Ketiga susuri saja jalan Anda. Tarikan demi tarikan. Hingga sampai di tujuan yang Anda tetapkan. Indahnya proses.

Jika si empunya ditanya sudah punya apa saja dari kesuksesan. Maka dia akan cerita datar-datar saja. Berbeda sekali jika ditanya bagaimana ia meraih kesuksesan, dia akan semangat sekali menceritakan semua lka-liku hidup meraih kesuseksan setahap demi setahap walaupun tahapan itu menyakitkan saat dijalani.

Jadi proses, it,s OK no problem. memang demikian sunnatullahnya. Allah, memberi apresiasi nilai istiqomah proses bukan dari hasil. tentunya proses harus sesuai aturan-Nya. Adapun hasil bisa didapat dari jalan yang mana saja baik benar maupun salah.

Allahu Akbar, ya Allah semoga Engkau memberi kekuatan dan petunjuk. Amien.


Wednesday, March 18, 2009

Doa kegigihan bisnis

Allahumma innii a’udzubika minal hammi wal khazan, wa a’udzubika minal ‘adzji wal kasal, wa a’udzubika minal jubni wal bukhl, wa a’udzubika min ghalabati al-daini wa khohri al rijaal.

“Ya Allah saya bersungguh-sungguh berlindung kepadaMu dari rasa susah dan sedih, dan aku berlindung kepadaMu dari rasa lemah dan malas, dan aku berlindung kepadamu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepadamu dari lilitan hutang dan tekanan orang lain.”



Doa di atas ini bisa menangkal aura negatif dari dalam diri maupun oranglain dan lingkungan. Doa yang simple dibaca waktu pagi dan sore setiap harinya. Beranjak dari waktu pagi segala aktivitas baik terencana maupun spontan akan di lakukan. Pekerjaan, secara alami jam kantor maupun menutup aktivitas siang, akan selesai dikala pintu sore sudah terbuka. namun selama nafas masih di raga, aktivitas baik tubuh maupun pikiran terus berjalan hingga mata terlelap tidur.

Rasa lemah, perasaan malas, sifat pengecut dan kikir, tekanan finantial dari segala arah dan segala macam intimidasi baik perasaan maupun fisik dari oranag lain. Akn terus menerus mendera kita, tanpa adanya benteng yang kuat dapat dipastikan pertahana kita akan roboh, tumbang tanpa adanya perlawanan.

Doa di atas memenuhi semua unsur hidup dan kehidupan kita, menajdikan benteng yang kokoh untuk menerima kenyataan, merubah hal negatif ke positif, ketentraman batin menghadapi kesulitan dan kenikmatan lahir bathin.

Tiada kekuatan yang bisa bersemayam dalam dada, hanya Allah-lah yang "saving" kan di hati kita masing-masing. bagaimana caranya untuk dapat saving tersebut, amalkanlah doa di atas secaca istiqomah, dawam-kontinyu, dan ikhlas. Maka dengan izin Allah secara otomatisn terdapat dinding perlindungan yang kuat di hati dan diri ini enjelma sifat-sifat kesuksesan seorang enteupreneur dan cerminan contoh yang patutu ditiru sama lingkungan di mana kita berada.
Wallahu 'Alam.

Ya ghaffar, ampunilah aku

Sebuah doa sederhana yang bersisi padat
cocok bagi menjernihkan mindset bisnis yang ada
membersihkan pikiran sebelum memulai bisnis
menjernihkan visi, misi, goal dan arahan usaha kita


Sebuah Doa Ali bin Abi Thalib,

Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang meruntuhkan penjagaan
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mandatangkan bencana
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merusak karunia
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang menahan doa
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang menurunkan bala
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mempercepat kebinasaan


Tuesday, March 17, 2009

Ingin rejeki lancar ?

Hardi, seorang pedagang kelontong yang cukup berhasil di kotanya. Namun jangan lihat keberhasilannya sekarang sebelum tahu faktor apa yang menjadi penyebab usahanya maju dan lancar.

Setahun yang lalu, Hardi mengadukan nasibnya kepada guru ngajinya. Ia mengaku sudah lebih sebelas tahun mencoba berbagai usaha namun selalu kandas di tengah jalan. Usaha pertamanya sudah dimulai saat ia baru memasuki kuliah tingkat dua, sekitar tahun 1994. Saat itu, ia mendapat pembagian warisan dari orangtuanya yang belum lama meninggal dunia. Jiwa bisnisnya memang sudah terlihat semenjak kecil, jadi wajar jika kemudian ia mendapatkan uang warisan dalam jumlah yang cukup banyak, maka yang terbersit di kepalanya adalah bisnis.


Oleh Bayu Gawtama

Hardi, seorang pedagang kelontong yang cukup berhasil di kotanya. Namun jangan lihat keberhasilannya sekarang sebelum tahu faktor apa yang menjadi penyebab usahanya maju dan lancar.

Setahun yang lalu, Hardi mengadukan nasibnya kepada guru ngajinya. Ia mengaku sudah lebih sebelas tahun mencoba berbagai usaha namun selalu kandas di tengah jalan. Usaha pertamanya sudah dimulai saat ia baru memasuki kuliah tingkat dua, sekitar tahun 1994. Saat itu, ia mendapat pembagian warisan dari orangtuanya yang belum lama meninggal dunia. Jiwa bisnisnya memang sudah terlihat semenjak kecil, jadi wajar jika kemudian ia mendapatkan uang warisan dalam jumlah yang cukup banyak, maka yang terbersit di kepalanya adalah bisnis.

Maka, beberapa bulan kemudian ia membuka sebuah warung makan. Mulanya, warung makannya berjalan normal, bahkan bisa dibilang sangat laku keras. Mungkin karena ia melakukan promosi sangat gencar, selain karena ia termasuk anak muda yang memiliki cukup banyak relasi meski pun usianya masih sangat muda. Jadi sangat mudah baginya untuk mengundang sahabat, kerabat dan relasinya untuk sekadar mencicipi warung makan miliknya.

Entah kenapa, selang tiga bulan kemudian satu persatu pelanggan meninggalkannya. Tak banyak lagi yang makan di warungnya, sehingga dalam waktu tak berapa lama ia terpaksa menutup usahanya dan gulung tikar. Ia pun berganti usaha yang lain dengan sisa modal yang ada.

Usaha barunya, tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Masih seputar makanan. Kali ini ia membuka usaha catering yang melayani makan untuk kantor-kantor di kota tinggalnya. Alhamdulillah ia dipercaya seorang rekannya yang bekerja di sebuah perusahaan untuk memasukkan catering untuk makan siang beberapa karyawan. Untuk sebuah awalan, catering untuk sekitar 20 karyawan dianggapnya bagus. “Mulanya 20, insya Allah menjadi 200, 2000 dan seterusnya…” semangat Hardi berapi-api.

Alih-alih bertambah pelanggan, rupanya Allah berkehendak lain. Yang 20 pun menyetop langganan catering kepada Hardi, sementara selama satu bulan penuh itu ia belum mendapatkan pelanggan baru. Akhirnya, ia pun kembali mengalami kebangkrutan. Demikian seterusnya hingga lebih sepuluh tahun kemudian ia berganti jenis usaha selalu menemui kegagalan.

Pada satu kesempatan ia mengadukan perihal kegagalan demi kegagalan usahanya kepaada guru mengajinya. Ia menceritakan secara detil semua jenis usaha yang pernah dicobanya dan bagaimana sampai akhirnya semua usahanya gagal. “Saya harus usaha apalagi guru, saya sudah kehabisan modal. Bahkan saat ini saya memiliki hutang yang tidak sedikit…” keluhnya.

Guru tersebut tak lantas memberikan jawaban dengan menyebut satu bentuk usaha baru yang patut dicoba Hardi, melainkan meminta Hardi mengingat-ingat sesuatu di masa lalu. “Coba ingat, pernah punya hutang atau tidak di masa lalu? Atau pernah punya sangkutan berkenaan dengan rezeki orang lain atau tidak di masa lalu…?” tanya sang guru.

Dahi Hardi mengerenyit, mencoba mengingat-ingat masa lampaunya. Rasa-rasanya ia tak pernah punya hutang kepada siapa pun, justru sebaliknya ia malah mengingat kembali daftar nama-nama yang pernah berhutang kepadanya. “Coba lebih keras mengingat, mungkin nilainya kecil, tapi boleh jadi itu yang menjadi penyumbat rezekimu…”

“Astaghfirullah…. “ Hardi teringat sesuatu. Ia pun segera menyalami sang guru dan mohon pamit seraya berucap terima kasih. Pria itu segera memacu kencang kendaraannya menuju suatu tempat. Dalam hati ia berharap cemas, “Semoga masih ada warung itu…”

Tidak kurang dari tiga belas jam waktu yang ditempuh Hardi menuju Semarang, mencari satu tempat yang pernah ia singgahi hampir dua belas tahun yang lalu. Tiba di tempat yang dituju, ia tidak menemukan lagi warung mie ayam tempatnya makan dahulu. Kemudian ia mencoba bertanya kepada orang-orang di sekitar perihal tukang mie yang pernah berjualan di situ.

“Ya, tukang mie itu bapak saya. Sekarang sudah tidak berjualan lagi. Sekarang bapak sedang sakit parah…” seorang anak menceritakan ciri-ciri fisik penjual mie ayam itu, dan Hardi yakin sekali itu orang yang dicarinya. Tanpa pikir panjang, ia minta diantarkan ke rumah penjual mie untuk bertemu langsung.

Ketika melihat kondisi penjual mie, Hardi menitikkan air mata. Ia langsung meminta beberapa anggota keluara membopong penjual mie itu ke mobilnya dan segera membawanya ke rumah sakit. Alhamdulillah, jika tidak segera dibawa ke rumah sakit, mungkin penjual mie itu tidak akan tertolong. Seluruh biaya rumah sakit tercatat mencapai lima belas juta rupiah, dan semuanya ditanggung oleh Hardi.

Beberapa hari kemudian, setelah kembali ke rumah, bapak penjual mie itu mengucapkan terima kasih kepada Hardi. “Bapak tidak tahu harus bagaimana mengembalikan uang biaya berobat itu kepada nak Hardi. Usaha dagang bapak sedang susah…” Hardi berkali-kali mencium tangan Pak Atmo, penjual mie itu. Matanya tak henti menitikkan air mata, ia sedang berusaha menyatakan sesuatu, namun bibirnya terasa sangat berat.

Akhirnya, “… semua sudah terbayar lunas pak. Saya hanya minta bapak mengikhlaskan semangkuk mie ayam yang pernah saya makan tanpa membayar dua belas tahun silam”, Hardi terus menangis berharap keikhlasan itu didapatnya. Saat itu, sehabis makan ia langsung kabur memacu sepeda motornya dan tak membayar semangkuk mie seharga 1.500 rupiah.

Pak Atmo memeluk erat tubuh Hardi dan mengusap-usap kepala pria muda itu seraya berucap, “Allah Maha Pemaaf, begitu pun semestinya kita…”.

***

Perlancar dulu rezeki orang lain, agar tidak menyumbat rezeki kita. Wallaahu ‘a’lam bishshowaab.
www.eramuslim.com

Friday, March 13, 2009

Mendua hati

Pernahkan kita merasakan gelisah terus menerus ? kita seakan-akan ada di dua alam yang masing alam tersebut kita menjadi pemeran utamanya. Itulah dunia amfibi, apa bisa kita manusia menjadi amfibi ?


Katak memang diciptakan sebagai hewan amfibi yang bisa hidup di dua alam. Istilah ini juga sering digunakan bagi mereka yang masih bekerja dan bekerja untuk diri sendiri alias buka usaha. Realita tetap tidak bisa dibohongi bahwa kita bukan hewan seperti katak dengan spesialisasi hidup di dua alam. Seorang Amfibi akan dihadapkan pada perang fisik dan batin

Jadi bolehkan mendua hati….jawabah BOLEH. Eit…apa dulu…..yang lazim disebut amfibi itu. Fase ini saya sebut masa "mendua hati".

Seorang TDB kayak saya yang baru akan menjalankan roda TDA sudah akan dihadang perasaan mendua hati bagaimana ini bagaimana itu, pikiran sudah bercabang, ngerjain tugas kerjaan jadi semrawut egonya ingin segera usaha lancar dan segera juga keluar dari kantor ini. Tapi kalau keluar usaha belum lancar apatah lagi belum menghasilkan untuk membiayai keluarga, bayar tagihan ini-itu. Mental pengusaha masih kerdil

Duh ya Allah kok nasib seorang amfibi malahan membuat saya pada posisi serba salah. Padahal sudah tahu bahwa seekor bebek liar yang baru lahir akan langsung terjun ke air tanpa dia tahu apa dia bisa berenang atau mati tenggelam, dengan insting yang kuat dia ceburkan diri kemudian mengetahui bahwa dia bisa mengambang dan hidup di atas air

Apalagi aku yang sudah ditamengi bisa berpikir dan bisa berkreasi terlebih doa-doa mustajab masih belum bisa menceburkan diri padahal seharusnya benar-benar bukan sekedar mengambang malahan mengembang dan megah di atas air. Laksana seseorang yang mempunyai ilmu laduni bisa berjalan di atas air, menurut seorang kiai desa saya sewaktu masih di madrasah.

Kekuatan untuk segera lepas dari kepenatan aktivitas kantor semakin terasa kuat menerpa diri. Ingin sesegera mungkin menjalankan roda usaha perusahaan sendiri. Boleh dikatakan sekarang mencapai 45%, sisanya masih membelenggu berupa keamanan ekonomi untuk bisa back up berbgai tagihan kredit bulanan dan kebutuhan hidup sehari-hari. Tapi hati dan mata hati ini serasa sudah syahdu untuk melakukan sesegera mungkin usaha yang dirncacang dengan langsung menjadi 100% TDA tanpa berlama-lama di fase amfibi.


Taburlah padi rumput pasti tumbuh (1)

Suatu ketika, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang bersedekah, di surga nanti, ia akan memiliki seperti yang ia sedekahkan.”

Abu Dahdah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, aku memiliki dua kebun. Apabila salah satunya kusedekahkan, apakah kelak aku akan memiliki kebun seperti itu di surga?’
Rasulullah SAW menjawab, “Benar.”
Abu Dahdah kembali bertanya, “Apakah istri (Ummu Dahdah) dan anak-anakku juga akan bersamaku di surga?”Rasulullah SAW menjawab, “Benar.”
Abu Dahdah pun membulatkan tekadnya untuk menyedekahkan kebunnya yang terbaik. Sesampainya di kebun itu, ia berjumpa dengan istri dan anak-anaknya. Ia pun menegaskan kepada mereka, “Aku akan menyedekahkan kebun ini. Dengan begitu, aku membeli kebun seperti ini di surga. Adapun engkau, istriku, akan bersamaku dan seluruh anak kita.”
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman,“Berikan hartamu maka Aku akan memberi kepadamu.” (HR Bukhari dan Muslim)